Modus Korupsi di pengadaan barang dan jasa

Tradisi komitmen fee di kalangan pejabat daerah sudah menjadi sesuatu yang umum dilakukan. Meski Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kerap melakuykan penangkapan, tetapi kebiasaan meminta fee dari rekanan sejatinya dilakukan hampir semua pejabat daerah.
Setidaknya itulah yang diungkapkan pengamat hukum Universitas Lambung Mangkurat, Ahmad Fikri Hadin. Dia mengatakan di kalangan pejabat dan kontraktor modus ini sudah sangat familiar dan bukan hal baru.
Bahkan sebutnya, jika melihat dari kasus-kasus yang ditangani Kejaksaan maupun Kepolisian, kejahatan komitmen fee sudah direncanakan sebelum anggaran diketuk di dewan. "Ini bukan sesuatu hal baru. Modus ini masuk pasal suap menyuap," ujar Fikri kemarin.
Dosen Fakultas Hukum ULM itu menambahkan, permainan proyek menggunakan APBD dengan memanfaatkan fee proyek biasanya menggunakan rekanan yang dekat dengan pengguna anggaran. "Sudah direncanakan bersama dengan penyedia jasa," ungkapnya.
Fikri menyebut, permainan fee proyek ini susah diberantas jika tak ada komitmen yang baik dari pengguna anggaran. Memang aturan penunjukan langsung proyek dengan anggaran di bawah Rp200 juta menjadikan kesempatan menunjuk rekanan yang dekat. "Modus seperti ini sudah kelaziman kasus tipikor yang ada sekarang," tandasnya.
Dia menyebut contoh kasus Bupati Hulu Sungai Tengah Abdul Latif. Kontraktor melakukan suap dengan menyetujui fee 7,5 persen atau sebesar Rp3,6 miliar untuk pekerjaan RSUD Damanhuri Barabai. Salah seorang kontraktor pekerjaan jalan dan jembatan mengaku, komitmen fee ini sudah berjalan sejak lama.


0 Response to "Modus Korupsi di pengadaan barang dan jasa"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel