MENGENAL KESENIAN Jaranan di JAWA TIMUR

Kantor Berita Patriot Semeru.com,
 Rubrik : Citizen Jurnalism

Penulis : ELLI TITA
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Universitas PGRI Kanjuruhan Malang

Kesenian jaranan adalah sebuah tarian tradisional yang melukiskan gerak penunggang kuda dan alat peraga yang digunakan berupa anyaman bambu berbentuk kuda. Jaranan sendiri barasal dari kata jaran yang berarti kuda. Seni jaranan atau biasa disebut juga dengan kuda lumping pertama kali muncul pada abad ke-11 di Ponorogo. Kesenian ini masuk dari Ponorogo ke Kediri pada abad 19 masa Hindia Belanda. Kesenian jaranan berasal kediri Jawa Timur. Kesenian kuda lumping ini sudah menyebar ke berbagai daerah bahkan luar negeri. 
Sejarah atau asal usul kesenian jaranan
Sejarah tarian jaranan ini diambil dari cerita legendaris yang ada dimasyarakat yaitu menceritakan tentang pernikahan antara Klono Sewandono dan Dewi Songgo Langit. Awalnya terdapat Wanita yang paling cantik di daerah Kediri yaitu Dewi Songgo Langit yang merupakan putri dari raja Airlangga. Pada zaman itu ada banyak pria yang ingin melamar Dewi Songgo Langit sehingga sang raja mengadakan sayembara.
Beberapa pria yang ingin melamar Dewi Songgo Langit memiliki kesaktian dan kekuatan yang tinggi. Namun Dewi sebenarnya tidak ingin menikah melainkan hanya ingin betapa. Mengetahui hal tersebut raja pun memaksa Dewi untuk segera menikah. Kemudian Dewi setuju dengan satu syarat yaitu pria yang ingin melamar harus menciptakan kesenian yang belum ada di Pulau Jawa.
Semua pria yang ingin melamar akhirnya mengikuti sayembara ini yang diadakan di Kediri. Singkat cerita sayembara ini akhirnya dimenangkan oleh Klono Sewandono dari Wangker yang mengalahkan Singo Ludoyo utusan singo barong. Dalam kekalahannya Singo Ludoyo meminta agar tidak dibunuh oleh Klono Sewandoro, permintaan tersebut akhirnya disetujui oleh Klono Sewandoro.
Namun Klono Sewandoro meminta satu syarat kepada Singo Ludoyo untuk ikut mengiringi acara pernikahannya. Pernikahan tersebut diiringi penari yang menggunakan properti kuda atau dalam Bahasa Jawa disebut jaran. Tarian tersebut merupakan gambaran rombongan prajurit berkuda yang mengiringi pasangan pengantin Klono Sewandono dengan Dewi Songgo Langit.
Urutan pementasan kesenian jaranan
Buka kalangan, para Bopo membawa sesajen dengan dupo, kemudian para Bopo memcaba mantra untuk memanggil para roh, setelah itu para Bopo mencampukan pecut besar ke tanah.
Tarian kuda lumping, sebelum terjadinya kesenian kesurupan para tokoh akan melakukan gerak tarian kuda lumping.
Tarian celeng
Tarian barongan kucingan, rampak
Tarian barongan singo barong, rampak
Tarian pertarungan kuda lumping melawan celeng dan barongan singo barong
Kesurupan
Problematikan dalam kesenian jaranan
Dalam pementasan kesenian jaranan ini banyak terjadinya tawuran antara pemain dengan penonton, karena dalam menonton kesenian jaranan terdapat tata krama yang harus dilakukan oleh penonton. Salah satunya yaitu penonton tidak boleh bersiul karena hal tersebut dapat menganggu konsentrasi penari dan membuat roh leluhur pada jaranan tersebut marah.
Kedua, permasalahan yang dapat terjadi di pemetasan kesenian jaranan ini adalah kurang tepatnya dalam mengatur tempat dan waktu, sehingga dapat mengganggu masyarakat lain yang ingin beristirahat. Contonya kesenian jaranan diadakan pada malam hari dan di tempat pemungkiman warga, alunan musik gamelan dan suara alat untuk mencambukan ke tanah atau biasa disebut pecut dapat mengganggu ketenangan masyarakat lain yang ingin berinstirahat.
Solusi dari problematikan kesenian jaranan
Solusi dari permasalahan kesenian jaranan adalah sebaiknya penonton mengikuti aturan dalam menyaksikan kesenian jaranan yaitu tidak bersiul dalam menonton agar mencipkan keamanan dan kerukunan dalam pementasan kesenian jaranan.
Waktu dan tempat pemilihan untuk pementasan kesenian jaranan seharusnya ditempat yang jauh dari pemungkiman warga jika dilakukan di malam hari.
Pembahasan kesenian jaranan dengan sosiologi menurut teori ahli
Disini teori ahli yang saya gunakan adalah teori sosiologi Prof. Dr. Selo Soemardjan. Sosiologi menurut Selo Soemardjan adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial.
Logika analisis kesenian jaranan dengan pendapat teori ahli Selo Soemardjan adalah kesenian jaranan ini menciptakan banyak proses sosial diantaranya adalah interaksi antara pemain dengan penonton. Pemain akan melakukan pertunjukan kesenian jaranan yang bertujuan untuk menghibur penonton dan juga untuk melestarikan budaya, sedangkan penonton menikmati pertunjukan kesenian jaranan untuk mengetahui budaya-budaya yang ada di Indonesia.
Struktur sosial dari kesenian jaranan yaitu
Bopo atau Bowoh, merupakan bapak atau ayah dalam berjalannya pertunjukan kesenian jaranan ini. Bopo biasanya mengunakan udeng, kaos lorek ponoragan, penadon ponoragan, othok ponoragan, celana kombor ponoragan, tali kolor ponoragan dan pecut besar.
Penyanyi atau sinden, bertugas menyanyikan lagu-lagu tembang atau lagu jaranan saat tarian jaranan dilakukan.
Penggiring musik, bertugas mengiringi tarian jaranan yang terdiri dari alat music kendang, 3 kenong, 2 gong dan slompret reog.
Tari, bertugas manari dalam kesenian jaranan dan pada akhirnya akan kesurupan atau dalam Bahasa jawa disebut ndadi.
Kesimpulan
Indonesia memiliki budaya dan kesenian yang berjuta-juta. Budaya dan kesenian pada tiap daerah memiliki ciri khas yang berbeda-beda, dan menjadi kebanggaan yang akan dipertunjukan ke seluruh Indonesia bahkan ke luar negari. Jaranan merupakan kesenian yang harus dilestarikan dan setiap alur pertunjukannya memiliki makna sehingga diharapkan mampu memberikan niali-nilai kehidupan bagi para penikmat kesenian.
(Redaksi)

0 Response to "MENGENAL KESENIAN Jaranan di JAWA TIMUR "

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel