Mamaku Kupergoki Bergoyang ria dengan Suamiku


                       
"Mas?"
"Mas Jay.."
Aku berusaha menyelinap menuju kamar. Lampu seluruh rumah tak ada satu pun yang menyala. Padahal, rumah tetangga semua lampunya tak ada yang padam.
Kutelan tombol senter di ponsel. Kamar ini kosong, bahkan tempat tidurnya masih rapi. Kemana Mas Jayendra? Apa ia ketiduran di masjid semalaman?
Sudah tak sabar rasanya ingin memberi kabar pada Mas Jayendra, bahwa aku berhasil ambil cuti satu minggu kedepan. Sengaja, untuk berbulan madu dan merayakan ulang tahun pernikahan kami yang kedua.
Berbalik arah, kuayunkan kaki menuju taman belakang. Berniat menyalakan saklar yang berada di sana. Mungkin, ada korsleting listrik, pikirku. Aku harus segera memanggil petugas PLN untuk membetulkannya.
Menuju taman belakang, melewati dua kamar. Satu kamar Mama dan satu kamar kosong yang kupersiapkan jika nanti punya anak. Ya, sudah dua tahun usia pernikahanku dengan Mas Jayendra. Tapi, belum jua diberi kepercayaan. Oleh karena itu, saat ini sengaja ambil cuti agar aku dan Mas Jayendra fokus pada urusan rumah tangga.
Mendekati kamar Mama, aku mendengar sesuatu dari dalam. Suara des*han aneh membuat kudukku merinding. Penasaran, aku merapatkan telinga pada pintu kayu.
Suara itu semakin nyata. Sedikit lebih mengeras. Kulirik jam dinding. Masih pukul empat dinihari. Sedang apa mama di dalam? 
Berikutnya, tak ada lagi des*an aneh itu, tetapi suara mama jelas terdengar seperti sedang berbicara dengan seseorang. Suara berat pria membuat tubuhku gemetar. Itu, kan, suara Mas Jayendra?
Apa Mas Jay ada di dalam? Astaga. Kenapa pikiranku begitu kotor. Mencoba menepis pikiran itu, aku terus melebarkan telinga untuk meyakinkan bahwa suara di dalam adalah suara Mas Jay.
Tawa renyah terdengar dari mulut mama. Dan, suara berat itu juga ikut tertawa. Benar. Itu suara Mas Jay. Bukankah dia tak ada di kamar? Tapi, apa yang dilakukannya dengan mama di jam segini di kamar dengan pintu tertutup? 
Jangan-jangan....
Astaghfirullah. Hapus pikiran jahat, itu, Rum
Aku berusaha berpikir positif. Senter ponsel masih menyala. Satu hal yang mulai kusadari, lewat celah lubang yang berada di atas pintu dapat kulihat kamar mama remang-remang. Tapi, cahaya itu bukan dari lampu. Melainkan pantulan yang bergerak tertiup angin dari lilin yang menyala.
Ada apa ini? Kenapa pikiranku begitu tak tenang. Tak bisa kutahan kaki ini untuk tak masuk. Aku memegang kenop pintu kamar mama untuk memergokinya di dalam. Semoga saja dugaan buruk ini tak benar.
Tak dikunci ternyata. Menuju tempat tidur mama, aku harus melewati lorong kecil. Sampai di batas pintu kedua, riasan tirai kerang menjadi pembatas antara ruang tidur dan lorong gelap itu.
Srek. Srek. Srek.
Suara tirai kerang terbuka membuat dua pasang mata yang tengah duduk lemas di atas kasur itu menatap ke sumber suara.
Kedua bola mataku hampir saja meloncat keluar. Aku tersentak kala menangkap dua orang yang kukenal itu berada dalam satu selimut yang sama.
Ini mustahil. Tak mungkin!
Plak.
Aku menampar keras diriku sendiri dan rasanya teramat sakit.
"Mas Jay?" Aku berteriak tak percaya.
Sosok gagah tinggi itu bert*lanjang d*da. Bagian bawahnya, terbalut selimut corak bunga warna hijau dan merah. Di sampingnya, mama membeku. Ia tak bergerak sama sekali. Hanya menarik selimut hingga menutup seluruh tubuhnya sampai leher.
"Apa yang kalian lakukan?" Aku geleng-geleng kepala. Tak percaya dengan apa yang kulihat.
Ya Tuhan, semoga ini hanya mimpi..
Seruak emosi di dada menerobos ke rongga-rongga kulitku. Mataku berkaca. Bercampur geram. Ingin melemparkan bom mortil kesana. 
Napasku memburu. Desiran darah yang mulai bergejolak membuat tubuhku gemetar. Apa yang kulihat benar-benar menjijikan. Ibu kandungku sendiri, tidur dengan suamiku.
"Arumi, ini salah, paham, Rum." Mas Jayendra gelagapan. Ia nampak ketakutan.
"Apa yang salah paham, Mas?"
Kulangkahkan kaki dengan segenap emosi yang siap menyerang kedua makhluk b*adab itu. Ya, kalau bukan b*adab, apalagi namanya?
"Ini tak seperti yang kamu lihat, Arumi."
Kudengar ucapan Mas Jayendra yang terus menyangkal begitu menusuk gendang telinga. Sampai di depan mereka, kutarik selimut yang terbalut di tubuh mereka dengan kuat.
Blak...
Kulempar dan kuinjak. Kini, tubuh dua orang yang paling kucinta selama hidupku itu, tengah meringkuk menutup bagian intim mereka. Apa ini? Untuk melihatnya pun rasanya ingin muntah.
Tanpa sehelai benangpun yang menutup tubuhnya. Mama mulai mencari baju daster yang tergantung di paku dinding. Mas Jayendra, menarik sarung yang ia duduki sendiri.
Mereka tampak sibuk menutup tubuh yang sudah terlanjur terlihat dalam waktu yang sama. Mengerikan. Ruangan ini seolah berubah menjadi neraka. Tak dapat menahan lagi, aku mulai merutuki mereka.
"Br*ngsek, kalian! Bahkan kalian lebih menjijikan daripada binatang-binatang di jalanan."
"Arumi, dengarkan aku dulu," ucap Mas Jayendra sembari memakai sarung di tubuhnya.
Setelah tubuhnya tertutup daster, mama mulai melangkahkan kakinya mendekat ke arahku. Ada ketakutan yang terpancar di kedua bola matanya yang bening.
"Ma-Mama, Mama minta maaf. Ini gak seperti yang kamu kira, Nak," lirihnya pelan.
"Apanya, Ma? Sudah kutangkap basah keb*adaban kalian berdua! Menjijikan!" 
Jika biasanya, aku tak pernah rela melihat sosok yang melahirkanku dibentak orang. Kali ini, aku tak tahan. Telapak tangan Mama meraih bahu kananku. Segera, aku menepisnya kasar.
Aku mengangkat telunjuk, menunjuk mereka secara bergantian.
"Kalian, kusumpahi masuk neraka! Orang seperti kalian, tak pantas berada di dunia!"
* Ceritera ini hanyalah cerpen fiksi *

0 Response to "Mamaku Kupergoki Bergoyang ria dengan Suamiku"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel